Saturday, November 8, 2008

Tarbiah quotient


Tarbiah quotient
~gambar hiasan~

Tarbiyah quotient adalah kecerdasan tarbiyah. Saya menyebutnya quantum tarbiyah, mungkin ini istilah baru yang selama ini belum dikenali. Dalam tarbiyah ada istilah tarbiyah jaddah, kesungguhan dan keseriusan dalam mendahsyatkan potensi diri.
Saya melihat, selama ini kegagalan tarbiah bukan kerana tidak mampu melakukannya, tetapi lebih kerana tidak sabar untuk melakukannya, terlalu tergesa untuk mencapai hasilnya, terlalu gelabah dalam melangkah, terlalu lemah dalam mengelola, terlalu lambat dalam melakukan percepatan dan begitu banyak ‘sikap keterlaluan’ yang kita lakukan.

Belajar dari saidina Abu Bakar, begitu mendapat “charge iman” dari nabi, dia langsung bergerak cepat merekrut Bilal malam itu juga untuk masuk islam, tidak perlu menunggu pagi. Ciri orang cerdas adalah orang berfikir dan bertindak lebih cepat dari masanya. Management by Antisipatif, MBA begitu kata orang manager cerdas. Atau Murobbi Banyak Akal, kata aktivis tarbiyah. Tapi jangan over cerdas menjadi Mutarobbi Banyak Alasan untuk menutupi kekurangan, menghindari penugasan maupun membenarkan kecerobohan. Sebaiknya kita mengambil makna cerdas dengan cermat untuk Menyiapkan Bekal Akhirat dan Menyediakan Bahagia Abadi kata seorang bijak. Ibnu Umar berkata,

”jika kamu berada di sore hari jangan menuggu pagi hari, dan jika kamu berada di pagi hari jangan menunggu sore hari, gunakanlah kesehatanmu untuk sakitmu dan kehidupanmu untuk kematianmu.”(Riwayat Bukhari)

Quantum Tarbiyah adalah upaya cerdas untuk melahirkan kader-kader produktif, shalih dalam dirinya, terbaik amalnya, terdepan dalam prestasinya, sensitive dengan kebaikan, dan bergerak cepat meraih momentum yang ada.
Kecerdasan itu dicapai dengan usaha yang serius dan terus menerus. Serius bukan berarti tidak pernah ketawa. Serius tarbiyah juga bukan berarti tidak bekerja, hanya melulu tarbiyah, bukan itu. Justru orang yang serius itulah yang hidup dengan visi dan misi yang jelas, hidup untuk memberi manfaat, serius dalam amal dan ibadah, agar hidup terasa lebih nikmat. Inilah yang dimaksudkan Imam Hassan Al-Banna dalam wasiatnya,
“jangan banyak tertawa, sebab hati yang selalu berkomunikasi dengan ALLAH (berdzikir) adalah tenang dan tenteram. Jangan suka bergurau, karena umat yang berjihad tidak berbuat kecuali dengan bersungguh-sungguh terus menerus.”

Imam Syahid Hasan Al-Banna juga melarang para ikhwah terlalu banyak bercanda atau membanyol yang membuat orang lain tertawa baik dengan ucapan, cerita, atau tingkah laku yang lucu. Beliau menyatakan bahawa sikap pejuang islamadalah bersungguh-sungguh atau serius sebagaimana disebutkan dalam Al-Quran surah Al-Ankabut ayat 69.
Ini bukan berarti islam anti senyum. Beda. Beda antara obral tawa dengan “sedeqah senyum”, semua ada nilainya masing-masing. Sebab adakalanya justru kekuatan senyum akan membuka hidayah orang di sekitarnya. Seperti senyum Sayyid Quthub menjelang hokum gantung. Ia teramat berwibawa dengan imannya. Sejak malam, ketika dibawa ke tempat peristiharan sebelum digantung, ia selalu tersenyum. Senyumannya terlalu lebar untuk sebuah peristiwa yang laing mengerikan, hukum gantung.

Menjelang perintah dilaksanakannya eksekusi itu, hingga detik itu, ia masih saja menyunggingkan senyum, seakan-akan menikmati saat-saat menegangkan itu. Begitu rela, begitu ikhlas. Senyum itu seperti menyemburatkan kekuatan jiwa yang dahsyat.
Sayyid Quthub, lelaki yang tersenyum menuju tiang gantung itu. Allah berkenan memberi hidayah kepada dua orang yang ditugasi menggantungnya.

Sekali lagi, islam tidak mengajarkan adanya dikotomi, serius sesuatu dengan meninggalkan yang lain. Tidak. Sebab berlebihan dalam sesuatu nescaya akan berkurangan dalam hal yang lain. Justru para ulama meneladankan keseimbangan, tawazun antara amal dunia dan akhirat. Dunia sebagai penopang akhirat. Ilmu penopang amal. Harta sebagai pilar martabat. Said bin Al-Musayyib berdagang minyak dan meninggalkan untuk keluarganya sejumlah harta saat dia meninggal dunia. Sufyan Ats-Tsauri mewariskan harta yang demikian banyak. “andai bukan karena harta, pastilah orang-orang kaya akan menghinaku.”

Karenanya, simak puisi ‘aseli’ buatan saya ini:
Miliki ilmu agar tak terhina
Menikahlah agar tak terjerumus ke jurang nista
Milikilah harta agar tak diremehkan dan
tak dipandang sebelah mata
Milikilah cinta agar hidup lebih bahagia
Tarbiah bikin hidup lebih berguna
Dakwah bikin usia kita berlipat ganda
Aktivitas terarah menjadikan hidup lebih berkah
Hidup berjamaah adalah cara meraih syurga
Karenanya..
Jangan katakan terpaksa
Jangan melangkah setengah hati
Agar tak menyesal nanti...
Jangan merasa paling menderita...
Jangan mudah berputus as...
Dan berbahagialah!
Sediakanlah ruang hati yang lebih luas
Untuk kata “bahagia”.

No comments: